Untuk memberi kesan bahwa Syiah merupakan sebuah aliran yang menyesatkan, maka kita perlu untuk menggunakan kalimat-kalimat mengerikan yang akan mengancam akidah—bagi yang imannya tidak kuat. Untuk semakin meyakinkan bahwa Syiah adalah sebuah kelompok sesat, sebuah tulisan wajib dilengkapi dengan foto-foto yang memberi kesan bahwa pengikut Syiah benar-benar berbeda dari umat Islam kebanyakan. Alih-alih menggunakan kata “mazhab” dan “ibadah”, kita akan menggantinya dengan kata-kata seperti “sekte” dan “ritual” sehingga Syiah lebih menyerupai sebuah secret society. Itulah sedikit dari kaidah fikih jurnalistik untuk menyerang Syiah yang saya pelajari dari situs-situs yang mengaku sebagai media rujukan Islam, suara Islam, atau portal Islam terdepan.
Sepuluh malam terakhir bulan Ramadan dimulai. Di antara malam tersebut, Allah Swt. memberikan ketetapan pada seluruh makhluk ciptaan-Nya untuk satu tahun berikutnya. Para pengikut Syiah yang kenyataannya juga makhluk ciptaan Allah tidak ingin ketinggalan untuk mendapatkan pahala lailatulkadar dan kebaikan selepas bulan Ramadan. Hadis-hadis dalam tradisi Syiah yang berkenaan dengan lailatulkadar menyebutkan bahwa malam yang lebih baik dari seribu bulan tersebut ada pada malam ke-19, ke-21, dan ke-23. Meski demikian, ritual sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan dalam kitab doa Syiah semakin banyak. Untuk melihat bagaimana Iran yang mayoritas penduduknya mengikuti sekte Syiah menghabiskan malam lailatulkadar, berikut ini foto-fotonya.

Di antara ritual-ritual lailatulkadar yang biasa dilakukan oleh pengikut Syiah adalah pembacaan doa seribu asmaul husna atau yang disebut dengan Doa Jausyan Kabîr. Diriwayatkan dari salah satu imam Syiah, Ali Zainal Abidin, bahwa doa tersebut diajarkan oleh malaikat Jibril kepada Rasulullah saw. dalam sebuah peperangan. Dalam tradisi Syiah disebutkan bahwa barang siapa yang membaca doa ini tiga kali selama bulan Ramadan maka Allah akan mengharamkan darinya api neraka dan mewajibkan padanya surga.[1] Foto di atas merupakan ritual pembacaan doa bersama-sama pada malam ke-19 di sebuah hosseinieh kota Tehran.
Selain pembacaan doa, ritual-ritual lainnya adalah salat sunah, membaca istigfar, dan tentunya siraman rohani—bukan siraman teh—yang disampaikan oleh seorang ulama. Tema yang disampaikan biasanya bermuara pada kepribadian Ali bin Abi Thalib karena pada malam ke-19 Ramadan, khalifah keempat dan imam pertama dalam sekte Syiah tersebut dipukul dengan pedang beracun saat sedang melaksanakan salat. Pukulan di bagian kepala Imam Ali tersebut menghantarkannya pada kematian yang beliau sebut dengan kemenangan pada tanggal 21 Ramadan. Berikut ini suasana menghidupkan malam ke-19 yang dihadiri oleh Hujjatul Islam Najaf-Abadi di kota Arak, Iran.

Tidak kalah penting dari semua itu adalah ritual baiat terhadap ajaran Islam dengan kitab suci Alquran. Pada saat akhir malam, para pengikut Syiah akan membuka Quran dan bertawasul dengannya. Setelah itu Quran akan diletakkan di atas kepala untuk kemudian membaca sumpah dengan nama Allah, Rasulullah, dan ahlulbaitnya. Dalam foto-foto di bawah ini juga akan terlihat di mana Alquran yang biasa digunakan oleh pengikut sekte Syiah tebalnya tidak tiga kali lipat dari Alquran umat Islam pada umumnya, tetapi sama.
Selain digunakan sebagai media tawasul, Quran tersebut juga dibaca oleh para pengikut Syiah. Disebutkan bahwa pada malam ke-23 dianjurkan untuk membaca surah Al-Ankabut, Ar-Rum, Ad-Dukhan, dan seribu kali surah Al-Qadr.[2] Mereka mengaku bahwa ketiga nama surah Quran tersebut sama dan ada di Quran umat Islam lainnya. Para pengikut Syiah di Iran—laki perempuan, tua muda—tidak hanya menghidupkan (ihya) lailatulkadar di masjid atau hosseinieh, tetapi juga di perbukitan makam syuhada, penjara, hingga ke jalan-jalan umum.
Untuk melihat foto-foto lain pengikut Syiah dalam menghidupkan malam-malam Ramadan yang disinyalir sesat dan bidah, klik di sini. Sulit untuk dikatakan bahwa pengikut Syiah sedang ber-taqiyah di hadapan Allah yang Maha Mengetahui.
Referensi:
[1] ^ “The Importance of the Dua Jawshan Kabîr” (PDF). Duas.org
[2] ^ Qumi, Abbas. Mafâtîh Al-Jinân.

Tinggalkan Balasan ke Jumal Ahmad Batalkan balasan