Pidato pemimpin Hizbullah, Sayid Hassan Nasrallah, berakhir. Orang-orang mulai mengemas barang-barang dan membawa anak-anak mereka meninggalkan lapangan. Hanya Randa Gholam yang tetap bertahan. Dia dengan antusias mengibarkan gambar Hassan Nasrallah ke layar, media yang digunakan Hizbullah untuk menyampaikan pidato pemimpinnya karena alasan keamanan. “Saya melambai untuk mengatakan padanya saya di sini, seperti biasa saya datang untuk mendukungnya. Tentu saja dia tahu banyak orang yang mendukungnya, tapi saya merasa dia harus melihat saya di sini,” kata Gholam.[1]
Gholam merasa Hassan Nasrallah sedang berterima kasih padanya. Senyum Nasrallah untuknya. Dia yakin akan hal itu meskipun orang-orang mengolok-olok ceritanya. Nama Randa Gholam memang tidak banyak yang tahu. Media mengenalnya sebagai seorang wanita berambut pirang dan bermata biru di antara barisan anggota Hizbullah yang berjilbab.

Randa Gholam tinggal di lingkungan basis Hizbullah selatan Beirut bernama Harat Hreik. Di dalam rumahnya, foto pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, muncul dalam bentuk poster, kalendar, dan beberapa foto lainnya berada di antara foto anggota keluarga Randa Gholam. Foto Hassan Nasrallah juga berbagi tempat dengan gambar Bunda Maria. Namun di lingkungan masyarakat Syiah ini, Randa Gholam merasa bebas untuk beribadah sebagai seorang Kristiani.
Perpecahan sektarian Lebanon memang legendaris, dan warga di lingkungan historis Kristiani Harat Hreik mengingat dengan baik perang saudara tersebut. Saat itu mereka terjebak di tengah-tengah pertemuran sengit yang saling melepas tembakan. Namun ketika Hizbullah menguasai daerah Dahiyeh, yang meliputi Harat Hreik, kelompok tersebut secara tak terduga menjadi sumber stabilitas dan bahkan pelindung bagi beberapa keluarga Kristiani yang tersisa. Hanya beberapa blok dari basis Nasrallah terdapat Gereja St. Joseph, sebuah gereja yang setiap minggunya dikunjungi para Kristiani Maronit.
Orang Kristen hidup terbuka di sini, dan mereka menggambarkan Hizbullah sebagai kelompok toleran yang gigih mendukung kehadiran mereka, bahkan mengirimkan kartu Natal kepada tetangga Kristiani seperti Gholam. “Saya merasa terhormat berada di sini. Mereka orang-orang jujur. Mereka bukan ekstrimis. Tidak seperti yang banyak orang gambarkan,” kata Gholam. “Saya dapat berbicara atas nama semua teman-teman Kristiani saya. Mereka akan berbicara hal yang sama.”
Masyarakat Kristiani yang tinggal di Harat Hreik memang sedikit anomali. Meski demikian, keluarga Kristen lainnya juga menyetujui kehidupan mereka di bawah Hizbullah, terutama bila dibandingkan dengan pendahulunya, Amal, yang mereka katakan memaksa warga Kristen untuk menjual rumah mereka. Sebaliknya, Hizbullah memberikan dukungan dana kepada keluarga-keluarga Kristiani saat Dahiyeh harus membangun kembali setelah perang saudara dan perang tahun 2006 melawan Israel. Kristen merupakan populasi yang cukup besar di Lebanon, meskipun tidak ada sensus selama beberapa tahun terakhir. Sekalipun lingkungan Beirut secara perlahan mulai terintegrasi, mereka masih dipisahkan oleh garis-garis agama. Kedamaian yang rapuh ini sedang berada dalam tekanan seiring ketegangan regional di Suriah.
Rony Khoury, seorang Kristen Maronit yang lahir di Harat Hreik, mengatakan bahwa dia merasa nyaman untuk minum alkohol di teras depan rumahnya, meski dalam pengamatan penuh anggota Hizbullah, dan istrinya tidak merasakan tekanan untuk memakai kerudung atau untuk mengikuti aturan lain tentang pakaian wanita muslim. Mereka memiliki properti di daerah mayoritas Kristen di Beirut, tapi tidak punya keinginan untuk pindah. “Ketika Hizbullah datang, kami tidak merasa khawatir,” kata Khoury sambil menyebut kondisi jalanan yang aman. “Keamanan adalah hal penting di dunia ini. Saya meninggalkan mobil saya terbuka,… Sekarang ini sangat aman, di bawah Hizbullah.”

Tinggalkan Balasan ke jiggwidaw Batalkan balasan