Ketika beberapa bulan lalu mengikuti konferensi tentang Timur Tengah, kita tahu bahwa Bashar Assad yang tidak mewakili agama dan mazhab manapun bukanlah orang tanpa cacat. Tapi tidak bisa diabaikan bahwa dia termasuk dari sedikit pemimpin Timur Tengah yang berani melawan hegemoni Amerika Serikat dan Israel terhadap Palestina. Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk membedakan mana keinginan rakyat sesungguhnya dan mana yang melibatkan campur tangan pihak asing.
Dibandingkan dengan Tunisia, Mesir, Yaman, dan Bahrain; Libia dan Suriah adalah negara yang rakyatnya menuntut perubahan menggunakan senjata. Al-Qaida, kelompok salafi, Ikhawanul Muslimin, dan Hizbut Tahrir bersama-sama Amerika Serikat, Inggris, Turki, Arab Saudi, Qatar, dan Yordania menyuplai uang dan senjata untuk menurunkan Assad. Alih-alih, mereka menginginkan didirikannya sebuah pemerintahan islami dengan sistem khilafah.[1] Sebagaimana sejarah berulang, rakyat menjadi korban.
Entah mengapa, rantaian semua peristiwa ini sampai sekarang mengingatkan saya sebuah kutipan salah satu hadis populer tentang akhir zaman yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dalam Mustadrak Al-Hakim.
يخرج رجل يقال له السفياني في عمق دمشق، وعامة من يتبعه من كلب، فيقتل حتى يبقر بطون النساء أو يقتل الصبيان،… ويخرج رجل من أهل بيتي في الحرة فيبلغ السفياني فيبعث إليه جنداً من جنده فيهزمهم
“Seorang pria yang digelari Sufyani akan muncul dari kota Damaskus.” Gelar ini karena dia keturunan dari Abu Sufyan melalui jalur Yazid bin Muawiyah.[2] “Kebanyakan dari pengikutnya berasal dari Bani Kalb.” Siapapun akan diperanginya, sekalipun harus merobek perut wanita dan membunuh anak-anak. Dia akan mengalahkan Bani Qais untuk kemudian berperang ke arah Kufah dan Khurasan. Di Khurasan, sekelompok pasukan dari Bani Hasyim dengan bendera hitam akan mengalahkan Sufyani. “Lalu seorang pria dari ahlulbaitku akan muncul di Hirrah.” Ketika kabar kemunculannya sampai pada Sufyani, dia akan mengirimkan pasukannya dari arah Irak.
Seorang ulama dari kalangan Hanafi, Syekh Imran Nazar Hosein mengatakan, pasukan lain Bani Kalb kaum Quraisy yang akan memerangi Imam Mahdi berada di bawah sebuah kekuasaan pemerintahan. Namun Imam Mahdi tetap dapat mengalahkan mereka. Kekalahan pasukan Quraisy tersebut merupakan tanda berakhirnya kekuasaan Arab Saudi. Imran Hosein mengatakan, “Biarkan tercatat dalam buku bahwa kita akan mengucapkan selamat tinggal kepada pengkhianat terbesar dalam sejarah Islam.”
Berakhirnya kekuasaan Arab Saudi melahirkan sebuah Darul Islam yang sejati. Syekh Imran Hosein lebih lanjut mengatakan, “Biar saya katakan bahwa ada banyak salafi muslim yang berada di penjara Arab Saudi, karena mereka memperjuangkan hal yang sama seperti yang saya perjuangkan untuk membebaskan tanah (suci) tersebut.”[3] Salah satu di antara ulama salafi tersebut adalah Safar Al-Hawali, di mana Imran Hosein banyak mendapatkan manfaat dari pemikirannya. Banyaknya kritik yang dilakukan Safar Al-Hawali terhadap pemerintahan Saudi, membuat ulama salafi milik pemerintah, Abdul Aziz bin Baz, mengeluarkan fatwa pelarangan ceramah bagi Al-Hawali jika dia belum juga bertobat.
Imran Hosein melanjutkan, “Ketika Darul Islam yang sejati berdiri, inilah masa paling mengerikan bagi Israel.”

Tinggalkan Balasan ke Khomaeni Batalkan balasan