Menurut sebuah riwayat, membawa oleh-oleh sepulang dari perjalanan adalah sunah.[1] Karena itulah saya berencana membawa oleh-oleh dari Ciwidey, beberapa tahun yang lalu. Di Situ Patenggang banyak penjual stroberi yang menawarkan dagangannya, baik ukuran besar maupun yang kecil. Saya memilih yang berukuran besar. Sampai di Jakarta, saya baru sadar setelah membuka bungkusan karena di bagian bawah stroberi besar disusun stroberi berukuran kecil. Buat saya, ini namanya tadlis (penipuan).
Beberapa minggu yang lalu, saya berniat menjual hape di daerah Blok M. Saya datangi sebuah counter dan menanyakan harga pasarannya. Saya jelaskan bahwa di bagian layar hape terdapat goresan. Keterbukaan tentang goresan itu ternyata membuat harga jual menjadi “jatuh”. Tapi saya tetap punya hak untuk tidak menjual saat itu dan mencari pembeli lain yang mau menawarkan harga lebih tinggi. Dua pengalaman di atas menjadi alasan untuk berbagai tentang dua etika penting saat berdagang.
Mengungkap Cacat
Menyembunyikan cacat dan kekurangan barang sama saja dengan melakukan penipuan dalam muamalah. Suatu hari, Rasulullah saw. bertemu dengan seorang lelaki yang menjual bahan makanan di pasar. Bagian luar bahan makanan itu membuat beliau tertarik. Namun ketika rasul memasukkan tangannya, bahan makanan itu terasa basah. (Mestinya, saya juga memasukkan tangan dan periksa dengan teliti stroberi itu!).
Rasul bertanya, “Wahai lelaki, apa ini?” Penjual itu mengatakan, “Lembab dari langit.” Maksudnya, terkena hujan. Rasul bersabda, “Kenapa tidak engkau letakkan di atas sisanya (yang kering) agar orang lain melihat? Siapa yang menipu dalam muamalah, maka ia tidak termasuk dari golonganku.” (HR. Muslim)[2]

Di acara As-Sûq, Syekh Saleh Kamel (seorang pebisnis asal Saudi) pernah menceritakan bagaimana dia belajar dari anaknya sendiri. Anaknya yang perempuan berencana menjual mobil. Kepada calon pembeli, dia menjelaskan segala hal termasuk kekurangan yang ada pada mobilnya. Syekh Saleh berkata, “Sampai kapan mobil ini akan laku?” Anaknya menjawab dengan sederhana, “Saya hanya menjaga nilai (value).” Menjaga nilai dan etika itu jauh lebih berharga dari pada keuntungan materi sesaat.
Menjauhi Sumpah
Sumpah hanya boleh dilakukan untuk beberapa hal penting dan sensitif, bukan untuk masalah-masalah remeh dan material,[3] apalagi mencari keuntungan sementara. Selain kita diminta untuk mengungkap kekurangan atau cacat, kita juga dilarang untuk bersumpah dalam memuji-muji barang dagangan. Menjelaskan kondisi dan kriteria barang dagangan haruslah apa adanya dan tidak melebihi kenyataan.
Nabi saw. bersabda, “Barang siapa berjual-beli, hendaknya menjaga dirinya dari lima hal. Bila tidak, janganlah ia menjual ataupun membeli sesuatu: berbuat riba, bersumpah, menutupi cacat barang, memuji barang di saat menjual dan mencela barang di saat membeli.” (Al-Bihâr, jil. 103, bab 19)
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat di tengah maraknya perdagangan dan bisnis online. Mungkin bukan karma, tapi paling tidak perlakukanlah orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Jika kita tidak suka tertipu oleh pedagang, janganlah menipu calon pembeli dagangan kita. Siapa yang melakukan kebaikan akan dibalas dengan kebaikan; siapa yang melakukan keburukan, juga akan menerima balasannya. Wallahualam.
Tinggalkan Balasan ke Ammar Dalil Gisting Batalkan balasan