Pernah, saya menulis status Facebook begini: “Hijab membuat orang lain menghargai si pemakai karena hal itu menunjukkan bahwa ia menghargai dirinya sendiri.” Salah seorang teman yang berkomentar, sambil bercanda, menyuruh saya untuk memakai hijab supaya bisa dihargai orang.
Di status berikutnya barulah saya tulis lagi bahwa sebenarnya, Allah memang memerintahkan menjaga hijab pertama kali itu justru ke laki-laki! Sebelum Alquran memerintahkan perempuan untuk menjaga hijab dengan “menundukkan [menahan] pandangan”, Allah telah lebih dulu memerintahkan laki-laki untuk menjaga hijab. Surah An-Nûr ayat 30 memerintahkan:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’.”
Baru setelah itu di ayat ke-31, Allah perintahkan kepada perempuan:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya…”
Tapi sepertinya, kita para lelaki lebih sering memerintahkan dan mengkritik perempuan untuk mengenakan hijab, padahal sebenarnya laki-lakilah yang telah lebih dulu diperintahkan. Saking seringnya kita menyuruh perempuan untuk memakai hijab, sampai-sampai dikatakan bahwa penghuni neraka lebih banyak perempuannya. Jangan-jangan, justru lelakilah yang lebih banyak karena mereka yang pertama kali disuruh tapi paling sulit untuk menundukkan pandangan.
Menundukkan pandangan bisa berarti harfiah sekaligus simbolik. Maknanya agar kaum perempuan tidak dianggap layaknya objek sehingga harus terus dilihat (apalagi sampai menimbulkan birahi). Laki-laki lalu diperintahkan untuk menghormati perempuan dengan menundukkan pandangan. Hubungan timbal-baliknya, perempuan juga jangan “sengaja” untuk menarik perhatian laki-laki (Baca: Ulama, Jendral, dan Wanita)
Kaum lelaki memiliki aturan-aturan dan batas-batas seputar busananya sendiri. Tubuhnya harus ditutupi dari dada hingga lutut. Pakaiannya juga tidak boleh ketat, menampakkan bagian tubuh terlarang, atau menimbulkan nafsu birahi. Para ulama menambahkan, jika seorang lelaki sadar bahwa tubuhnya menarik perhatian, maka dia harus menutupinya.
Kelihatannya lebih ringan dibandingkan perempuan, ya? Memang. Karena realitas sejarah menjadikan wanita sebagai simbol seks, bukan pria. Terbukti wanita dijadikan komoditas oleh beberapa produk; mulai dari iklan kopi-susu sampai iklan sabun mobil. Meskipun demikian, tidak bisa dinafikan bahwa pria juga bisa menjadi sumber fitnah bagi wanita. Wallahualam.
Sumber: A New Perspective: Women in Islam dan Dunyâ Al-Mar’ah
Foto: Tea is Best when Breaking Fast oleh IraqiGuy
Artikel Terkait:
Tinggalkan Balasan ke pandi Batalkan balasan