Bagi sebagian orang ini berita biasa, tapi bagi saya ini cukup menarik. Ustaz Abu Bakar Baasyir yang dijuluki “Si Mata Singa” ini keluar dari Majelis Mujahidin Indonesia. Dia menganggap bahwa sistem organisasi yang di-amiri-nya sudah tidak sejalan dengan syariat dan kembali ke jahiliah. Hal ini karena menurutnya pemimpin hanya sebagai simbol dan tidak memiliki otoritas dalam mengambil keputusan saat rapat.
“Sistem kepemimpinan seperti ini tidak ada dalam sejarah Islam. Dalam Islam hanya mengenal sistem berorganisasi yang disebut dengan jama’ah wal imâmah yaitu pemimpin mempunyai otoritas penuh untuk mengambil keputusan setelah bermusyawarah dengan majelis syura, lalu amir-lah yang mengambil keputusan akhir walaupun keputusan itu tidak populer dalam majlis syura, dan seluruh anggota baik di majelis syura hingga tingkat bawah harus sami’nâ wa atha’nâ siap taat melaksanakan bersama,” kata Baasyir.

Dalam struktur MMI, ada ahlul halli wal aqdi (AHWA) yang bertindak semacam majelis syura, dan tanfidziyah yang menjalankan roda organisasi sehari-hari. Tanfidziyah bekerja dengan kontrol penuh dari AHWA. Tapi ternyata elemen tersebut tidak pernah mendengar pendapat Ustaz Abu Bakar Ba’asyir.
Ustaz Abu juga mengatakan bahwa musyawarah ada di dalam “sunah” Yahudi. Ketua terikat dengan hasil musyawarah, dan hasil musyawarah dianggap sah kalau disetujui mayoritas, yaitu 50% plus satu, misalnya. Itu sistem Yahudi. Kalau dalam Islam, jika seorang pemimpin ditunjuk, namanya bisa imam atau amir, punya otoritas seperti komandan, wajib ditaati. Senang atau tidak senang, kamu sependapat atau tidak, selama perintahnya tidak melanggar pokok-pokok syariat, wajib sami’nâ wa atha’nâ (didengar dan ditaati).
Pendapat dari Ustaz Abu di atas sudah pernah saya dengar dari seorang ulama Iran yang datang ke Indonesia, namun saya tidak ingat namanya. Kalimatnya persis. Demokrasi yang selalu didengungkan sebagai kebebasan dan sistem suara terbanyak dalam musyawarah bukan dari Islam. Siapa yang menjamin bahwa suara terbanyak adalah yang benar? Sedangkan pendapat yang hanya kurang 1% harus mengikuti pendapat mayoritas?
“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan.” (QS. Al-An’âm : 116). Meski Syiah ahlulbait jumlahnya minoritas, tidak menjamin bahwa yang mayoritas adalah paling benar.
Pemikiran Ustaz Abu tersebut memang sempat membuatnya dituding sebagai Syiah. Tentu hal itu segara dibantah, “Jamaah wal imamah ini memang diterapkan oleh Syiah. Tetapi dalam Syiah itu amir maksum, tetapi menurut kami ahlusunah, amir itu tidak maksum,” terangnya. (Lihat: Dibalik Mundurnya ABB) Dia juga mengatakan bahwa orang Islam yang pakai konsep imamah tidak mesti Syiah.
Amir Thalib, wakil Ustaz Abu, mengatakan bahwa imam yang tidak terikat musyawarah dan musyawarah tidak wajib adalah paham Syiah, bukan paham Ahlussunah. Paham Syiah tentang imamah dan syura ini ditulis oleh Ali Syariati dalm bukunya Imamah dan Ummah (Majalah Sabili, No. 04 Thn XVI, 4 Ramadhan 1429).
Apakah konsep yang diinginkan oleh Ustaz Abu itu mirip dengan konsep Wilayatul Faqih di Iran? Saya tidak berani menjawab. Namun “buah karya” Imam Khomeini tersebut—wilayâh al-faqîh—merupakan konsep yang Imam Khomeini sarikan dari Alquran dan hadis ahlulbait mengenai sistem kepemimpinan, yakni sesuai dengan akidah Islam Syiah mengenai nubuwah, imamah dan kepemimpinan ahli fikih (fukaha) di masa gaibnya Imam Zaman ini. Wallahualam.
Abu Bakar Ba’asyir: “Ini Pembunuhan Karakter.”
Tuduhan bahwa Ustaz Abu Bakar Ba’asyir seorang ekstremis dan teroris, itu sudah biasa. Semuanya sudah terjawab di pengadilan bahwa dia tidak bersalah. Tapi kali ini ia dituduh Syiah oleh wakilnya sendiri di MMI. Kepada Herry Mohammad dari Gatra yang menemui Ustaz Abu di markasnya di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, Ustaz Abu menepis tudingan itu.
Latar belakang Anda mundur dari MMI?
Saya berkeyakinan, di samping Allah menurunkan Islam sebagai ideologi hidup sebagai din, Allah juga menurunkan resep cara mengamalkannya. Pengamalan Islam yang benar itu ada di dalam sistem kekuasaan, bukan dikuasai; harus menguasai. Orang-orang yang berada di luar Islam boleh bernaung di bawahnya dan diperlakukan dengan baik dan adil.
Musyawarah, di dalam sunah Yahudi, ketua ini terikat dengan hasil musyawarah, dan hasil musyawarah dianggap sah kalau disetujui mayoritas, yaitu 50% plus satu, misalnya. Itu sistem Yahudi. Kalau dalam Islam, jika seorang pemimpin ditunjuk, namanya bisa imam atau amir, punya otoritas seperti komandan, wajib ditaati. Senang atau tidak senang, kamu sependapat atau tidak, selama perintahnya tidak melanggar pokok pokok syariat, wajib didengar dan ditaati.
Bagaimana dengan MMI?
Di MMI, masih dipakai sistem kepemimpinan kolektif. Ndak ada itu dalam Islam. Maka, saya bilang, ini sistem sekuler yang datang dari sunah Yahudi. Mereka marah. Di MMI ada seorang pinter, namanya Ustaz Muhammad Thalib. Orang ini orang pinter, tapi tampaknya belum sampai ke sana pikirannya. Terjadilah diskusi, saya malah dituduh Syiah. Saya bilang, tidak mesti orang Islam itu pakai imamah (kemudian jadi) Syiah.
Ada perbedaannya. Kalau Syiah, pemimpin itu maksum (tidak pernah salah). Kalau Ahlussunah tidak. Imam itu tidak maksum. Kapan imam diganti? Kalau wafat atau belum wafat tapi lemah, enggak bisa ngurusi lagi, sakit-sakitan, atau melanggar syariat yang membawa pada kekafiran. Itu baru diganti.
Apa tujuan Anda membentuk JAT (Jamaah Anshar Tauhid)?
Ya, agar ditolong oleh Allah. Pertolongan Allah itu datang jika memenuhi dua syarat. Pertama, niatnya ikhlas. Kedua, caranya benar. Nah, cara yang benar itu meliputi tujuannya benar demi tegaknya khilafah. Sistem perjuangannya benar, yaitu dakwah dan jihad. Sistem jemaah organisasinya benar, yaitu jemaah dan imamah. Termasuk sistem syuranya. Mudah-mudahan, dengan membentuk jemaah ini bisa mendekati hadirnya pertolongan Allah, karena perjuangan tidak akan menang tanpa pertolongan Allah.
Saya tidak sepakat jika ada yang bilang, jika umat Islam tidak bersatu, akan kalah. Umat Islam tidak bisa bersatu sebelum ada ulil amri. Kalahnya umat Islam itu kalau tidak ada pertolongan Allah. Kalau ormas-ormas dan orpol-orpol masih begini caranya, tidak mau muhasabah (instrospeksi), ndak akan ada kemenangan.
Bagaimana dengan tuduhan bahwa Anda Syiah, Ahmadi…
Saya dituduh Syiah tulen, juga Ahmadi, tapi tidak berani berhadap-hadapan. Kesimpulan saya, ini pembunuhan karakter supaya orang tidak percaya kepada saya.
Catatan: Tulisan ini merupakan postingan ulang di blog saya dahulu pada tanggal 26 Agustus 2008. Tapi semoga tetap bermanfaat, khususnya dalam memahami konsep imamah.
Tinggalkan Balasan ke SOLUSI Batalkan balasan