“Kita tidak bisa generalisasi semua Syiah sesat atau semua Syiah tidak sesat. Sebab orang Syiah pun mengakui bahwa di internal mereka terdapat macam-macam golongan,” ucap Rizieq Syihab. Ditemui di kawasan Gang Bethel, wartawan majalah SYIAR membicarakan mengenai berbagai isu keislaman termasuk persatuan ahlusunah dan Syiah dengan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) tersebut.
Bagaimana model negara ideal yang menjalankan syariat Islam?
Beberapa negara muslim berupaya menjalankan hukum Islam. Ada kelebihan, ada pula kekurangan. Contohnya adalah Iran. Meski terdapat perbedaan antara Khomeini dengan Jawād Mughniyyah tentang konsep wilāyatul faqīh, Iran sudah menjadi contoh di kalangan Syiah. Dari segi sistem politik, Iran boleh dikatakan sudah menjadi percontohan.
Ada beberapa kesan dari kunjungan saya ke Iran. Sebagai suni Syafii, tentu kita punya pandangan sendiri tentang Syiah. Namun antara memandang Syiah dari jauh dengan dari dekat itu beda. Kunjungan saya itu melunturkan kebekuan. Tadinya mungkin kaku dan anti-dialog. Tapi setelah kunjungan itu, agak sedikit lebih cair dan terbuka. Kemarin tidak mau mendengar sekarang mau mendengar. Kemarin mau menyerang kini mengajak dialog.
Saya lihat banyak sisi yang bisa didialogkan. Tapi kalau secara terang-terangan mencaci-maki Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Uṣman, berarti Syiah telah menutup pintu dialog. Orang Syiah mesti memahami perasaan sensitif suni. Begitu juga sebaliknya. Suni tidak boleh mengeneralisasi semua Syiah itu kafir. Bila Syiah mengkritik Abu Bakar dengan santun disertai argumentasi yang baik, suni wajib menjawabnya. Kritik terhadap sahabat yang bagi ahlusunah adalah tabu tetapi biasa bagi Syiah, hendaknya disampaikan dengan adab, ilmiah, akhlakul karimah, dan tidak emosional.
Pandangan tentang Syiah di Indonesia?
Hubungan saya baik dengan kawan Syiah di Indonesia. Apa yang saya sampaikan juga sudah saya sampaikan kepada mereka. Contohnya kepada Ustaz Hassan Daliel (Alaydrus), saya katakan, “Bib (habib—red.), kenapa kita bisa jalan bareng? Karena saya belum pernah mendengar Anda mencaci-maki sahabat. Yang saya dengar kritik antum juga sopan. Tapi kalau suatu saat saya mengkafirkan Anda dan Anda maki-maki sahabat, kita bisa musuhan.”
Ini sebagai gambaran umum dari apa yang saya terima dari Ustaz Hassan Daliel, Ustaz Othman Shihab, Ustaz Agus Abubakar, Ustaz Husein Shahab, Ustaz Zein Alhadi, dan banyak lagi ustaz Syiah yang tidak perlu saya sebutkan satu persatu. Saya belum pernah mendengar ungkapan jelek dari mulut mereka. Saya tahu mereka adil, berilmu, berakal, dan beradab.
Saya berharap mereka mampu tampil ke depan mendorong orang Syiah yang di bawah atau junior agar tidak mencaci sahabat. Sebab, satu saja Syiah yang mencaci sahabat, orang suni yang tidak paham akan mengeneralisasi bahwa Syiah memang seperti itu.
Iran dikenal banyak membantu Hamas dan rakyat Palestina. Bagaimana?
Betul. Waktu saya ke Iran, Khaled Mashal (Ketua Departemen Politik Hamas) baru saja pulang dari Iran. Jadi, hubungan Hamas dan Hizbullah yang saling bantu seharusnya menjadi potret bagi persatuan umat. Saat memiliki musuh bersama yang bernama Israel dan Amerika, kekafiran dan kezaliman, Hamas-Hizbullah bisa jalan bersama. Kita juga melihat hubungan erat antara Hassan Nasrullah yang Syiah dengan Fathi Yakan yang suni.
Bagaimana dengan fatwa MUI yang menyesatkan Syiah?
Jadi, yang dikafirkan MUI adalah Syiah yang mengkafirkan sahabat, yang meyakini Alquran berubah, atau yang menganggap Ali lebih afdal dari pada Muhammad. Kalau Syiah Indonesia tidak masuk dalam kelompok tersebut, tidak perlu gerah. Saya sendiri lebih suka MUI membuka dialog. Hendaknya MUI mengundang tokoh-tokoh Syiah Indonesia untuk klarifikasi seperti apakah Syiah mereka itu. Sekali lagi, saya berpendapat, kita tidak bisa mengeneralisasi Syiah. Sebab, Syiah itu macam-macam: ada yang moderat, konservatif, ekstrem, dan bahkan ada yang kafir.
Bahkan, Muhammad Jawad Mughniyah (ulama Syiah Lebanon—red.) mengatakan bahwa Syiah ghulat adalah kafir. Katanya, gara-gara ghulat, Syiah Jafariah yang moderat jadi tertuduh. Waktu di Qum, saya melihat aparat menggerebek majelis Syiah Alawiyah yang menuhankan Ali. Artinya, yang mengkafirkan Syiah ghulat bukan hanya MUI, bahkan ulama Syiah pun mengkafirkannya. Jadi kita perlu memahami konteks fatwa MUI tersebut.
Sumber: Majalah SYIAR edisi maulud 1428 H. Untuk melihat wawancara lengkap kunjungi Satu Islam.

Tinggalkan Balasan ke andy Batalkan balasan