Di suatu acara perkawinan (baca: kondangan), seseorang menghampiri saya dan meminta saya menjaga plastik bawaannya. Kelihatannya dia ingin bersalaman dengan pengantin. Karena tidak mungkin bawa-bawa kantong plastik, makanya dia titip plastik itu, dan saya tunggu hingga dia datang mengambilnya.
Tidak lama berselang saya diminta untuk berkumpul. Saya bilang “Nanti dulu, lagi nunggu orang”. Ehh, saya malah dimarah-marahi. Sudah saya jelaskan perkaranya tapi masih juga dimarah-marahi; dibilang “Ngapain nunggu orang yang nggak jelas bakal balik lagi!” Bahkan sempat dibilang bodoh dan ditertawakan. Salahkah saya karena menjaga amanah?
Orang itu memberi amanah karena dia percaya kepada saya. Orang yang berakal, sekalipun tidak ada perintah Tuhan, pun tahu bahwa menjaga amanah itu adalah perbuatan baik. Jika misalkan saya meninggalkan barang itu, kemudian orang itu melihat barangnya tanpa saya, artinya saya sudah tidak dipercaya lagi. Bagus kalau barang itu masih ada, kalau sudah tidak ada? Berdosa dua kali.
Janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui (QS. Al-Anfâl : 27).
Saya tidak bermaksud mengatakan “saya orang beriman”, tapi salah satu ciri-ciri orang beriman dalam surah Al-Mu’minûn adalah orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya (QS. Al-Mu’minûn : 8).
Akhirnya, orang itu pun datang dan mengambil barangnya itu. Dia senang melihat plastiknya masih utuh dan saya pun senang karena telah membantu seseorang. Saya tidak peduli walau saya dibilang bodoh dan ditertawakan.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya… (QS. An-Nisâ` : 58).
Anda ingat bagaimana kisah Karbala? Ketika Imam Husain bin Ali dibantai dan kepalanya dipisahkan dari tubuhnya yang suci, disaksikan oleh keluarganya dari Bani Hasyim termasuk Imam Ali Zainal Abidin, putranya. Tapi menjaga amanah tetap menjadi hal yang wajib ditunaikan kepada orang yang berhak, siapapun orang itu, baik dia jahat atau baik.
Imam Ali Zainal Abidin ketika berbicara mengenai wajibnya menunaikan amanah berkata, “Jika mereka meletakkan sebuah amanah kepadaku, berupa pisau yang telah digunakan untuk memotong leher ayahku, maka niscaya aku akan mengembalikan pisau itu kepada pemiliknya.” Wallâhua’lâm.
Tinggalkan Balasan ke benlah Batalkan balasan