Sejak kecil kita diajarkan oleh orang tua dan guru untuk berbuat baik. Tidak hanya kepada sesama manusia bahkan kepada makhluk hidup lain dan benda mati. Namun, pernahkah kita diajarkan untuk menerima kebaikan?
Bagi sebagian orang, menerima kebaikan termasuk dalam bentuk pertolongan ternyata bukan perkara mudah. Ada beberapa hal yang membuat kita enggan menerima kebaikan orang lain, meski sebenarnya membutuhkan.
Peneliti di bidang teori psikologi sosial menjelaskan beberapa faktor yang membuat seseorang menolak menerima kebaikan atau bantuan orang lain.
Bisa jadi karena takut dianggap merepotkan; khawatir merusak image sebagai pribadi yang mandiri; takut membebani pemberi bantuan; khawatir dengan rasa berutang budi; malu karena khawatir dianggap lemah; bahkan sampai mencurigai kebaikan orang lain.
Prof. Arie Nadler menjelaskan situasi yang disebut sebagai help-seeking dilemma. Kondisi ketika seseorang berada di antara instrumental need untuk menyelesaikan masalah melalui bantuan atau psychological cost yang bisa menurunkan keinginan untuk mencari bantuan.
Kita sering lupa bahwa menerima kebaikan orang lain sebenarnya juga bentuk memberi kebaikan. Tidak hanya kepada orang yang berbuat baik namun juga kepada orang lain
Fowler dan Christakis dalam penelitiannya menyebut, jika seseorang membantu, dampak baik tersebut menular hingga tiga tingkat pertemanan. Sebaliknya, jika bantuan ditolak, kebaikan ini bisa terhenti sehingga menghambat ikatan sosial dan kerja sama yang lebih luas.
Mungkin itu sebabnya, Islam menaruh perhatian tentang bagaimana pentingnya menerima kebaikan orang lain. Menolak kebaikan orang lain tanpa alasan yang dibenarkan dapat menyinggung perasaan orang lain.
Menolak kebaikan bukan hanya menolak bantuan, namun juga dapat memutus jalannya energi positif yang selama ini dapat menciptakan rasa saling percaya dan memiliki.
Terdapat beberapa riwayat yang memerintahkan kita untuk memenuhi undangan dari orang lain. Jika kita cermati, perintah tersebut dapat bermakna lebih luas agar kita tidak menolak kebaikan orang lain. Menerima kebaikan orang lain berarti kita menghargai, memberikan perhatian, serta menjaga silaturahmi, sepanjang tidak ada alasan syariat untuk menolaknya.
Pada kesempatan lain, Rasulullah ﷺ bersabda:
تَهَادَوْا تَحَابُّوا
Salinglah memberi hadiah maka kalian akan saling mencintai.
📚 H.R. Ahlusunah: Ṣaḥih Al-Bukhārī
📚 H.R. Syiah: Al-Kāfī
Ibnu Mufliḥ, salah seorang ulama Hambali, mengatakan, menolak hadiah bisa jadi bentuk takabur (kesombongan) jika penolakannya didasari gengsi atau perasaan tidak mau berutang budi. Hal itu lantaran dia mampu untuk menerimanya tanpa membawa kerugian apapun bagi dirinya.
Anjuran untuk menerima kebaikan atau bantuan orang lain tidak terlepas dari akar budaya Arab yang melarang penolakan pemberian orang lain. Penolakan dapat menyakiti hati orang yang memberi dan mencegah terciptanya gesekan sosial.
Menerima kebaikan dengan lapang hati bisa menjadi bentuk rasa syukur dan menghargai niat baik orang lain. Dalam Al-Qur’an, Allah ﷻ berfirman:
Tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa…
QS. Al-Maidah: 2
Ayat ini juga memberi pesan bahwa tolong-menolong itu harus berjalan dua arah: ada yang memberi, ada yang mau menerima. Jika semua orang menolak kebaikan orang lain karena khawatir merepotkan, rantai kebaikan akan berhenti.
Ketika seseorang menawarkan kebaikan, barang kali Allah ﷻ sedang membukakan jalan rezeki baginya untuk mendapat pahala. Jika kita menolak, bisa jadi kita menghalangi pahala itu mengalir kepadanya.
Kita pun tidak hanya membantu mereka mendapatkan pahala tapi juga menjaga hubungan kita dengan orang tersebut.
Menerima kebaikan bukan tanda kelemahan, tapi tanda kita menghargai niat baik orang lain. Kita sedang membuka ruang bagi terciptanya anjuran saling tolong-menolong dalam hidup ini. Siapa tahu, dengan itu, Allah sedang mengajarkan kita menjadi hamba yang rendah hati dan mengingat kembali untuk terus syukur.

Tinggalkan komentar