Tidak Sedarah tapi Berjalan Searah

📅

📝

Aku masih ingat sebuah mahfuz yang dikatakan Habib Husein bin Ja’far di selasar Fakultas Hukum dan Syariah beberapa tahun yang lalu. “Kam min aqārib kal-‘aqārib,” katanya. “Berapa banyak kerabat yang seperti kalajengking.”

Aku harap kalian juga mengingatnya. Karena tampaknya orang Arab paham betul bahwa hubungan darah tidak selalu membawa berkah. Hubungan kekeluargaan tidak menjamin seseorang bisa saling membanggakan.

Tradisi agama samawi mencatat bagaimana pembunuhan terhadap seorang anak manusia pertama kali dilakukan oleh saudaranya sendiri: Kabil membunuh Habil karena dengki. Penyakit hati ini pulalah yang kemudian membuat Yusuf dilempar ke dalam sumur oleh saudaranya. Maka, janganlah kalian dengki karena menganggap salah satu di antara kalian lebih dicintai.

Penyebab lain seorang saudara berubah menjadi kalajengking dan menyengat saudaranya adalah perebutan harta dan tahta. Sumber utama ambisi perebutan keduanya tidak lain adalah ḥubbud-dunyā atau kecintaan pada dunia. Kata Nabi ﷺ:

حُبُّ الدُّنيا رَأسُ كُلِّ خَطيئَةٍ

Cinta dunia adalah pangkal semua keburukan.

#2mazhab1hadis

📚 Hadis Ahlusunah: Syu’ab Al-Īmān, Musnad Al-Firdaūs
📚 Hadis Syiah: Mīzān Al-Ḥikmah, Biḥār Al-Anwār

Kalau kalian membaca sejarah kerajaan di berbagai bangsa, kalian akan temukan rasa rakus akan keduniaan yang membuat mereka rela membunuh keluarganya sendiri.

Mehmed III dari Kesultanan Utsmaniyah mencekik belasan saudaranya. Liu Che atau Kaisar Wu dari Dinasti Han membunuh anaknya sendiri. Asoka dari Kekaisaran Maurya memenggal seluruh kakaknya. Richard III dari Inggris memerintahkan pembunuhan terhadap keponakannya sendiri.

Meski ikatan darah bisa berakhir punah, namun ikatan hati bisa muncul dari rahim lain yang melahirkan empati. Orang Arab juga punya peribahasa untuk kondisi ini. “Rubba akhin lam talidhu ummuh. Bisa jadi saudara tak dilahirkan oleh ibu yang sama.”

Salman bukan orang Quraisy Arab. Dia datang jauh dari negeri Persia. Namun karena hatinya cenderung terus mencari kebenaran, Nabi Muhammad sangat menyayanginya. Dia tidak punya hubungan biologis, tapi secara ideologis menyatu dengan Rasulullah ﷺ sampai-sampai beliau berkata, “Salman bagian dari ahlulbaitku, keluargaku.”

Manusia dilihat dari kebaikan jiwanya, bukan silsilahnya. Karenanya tidak semua saudara itu sedarah dan tak semua yang sedarah itu saudara. Kita bisa melihat dan merasakan sendiri dari sekeliling keluarga besar bagaimana orang-orang yang sedarah tapi hatinya saling menjauh bahkan menyengat dari belakang.

Di sisi lain, aku bertemu dengan seseorang yang ketulusannya dan caranya hadir dalam hidup ini seperti seorang saudara yang menguatkan di saat rapuh. Seolah she is a sister from another mister and I’m her brother from another mother. Darinya aku belajar bahwa saudara sejati tidak semata terikat oleh darah tapi seseorang yang mampu berjalan searah.

Kalian berdua berasal dari darah-daging yang sama. Jadikanlah hubungan darah itu sebagai anugerah dan bekal pertama, namun ingatlah jika darah itu tidak selalu menjamin kalian tidak akan berpisah.

Jika kelak aku dan ibumu tidak ada dan kalian tumbuh dewasa, jangan jadikan hubungan darah sebagai pegangan; jangan pula dibutakan oleh dunia hingga melukai saudara sendiri. Rawatlah hubungan kalian berlandaskan ketaatan. Sebaliknya, jangan ragu untuk menghormati, menjaga, dan mencintai orang lain yang tidak sedarah namun dari hati kalian tahu dia saudaramu.

Aku mencintaimu, anakku.


Discover more from islah

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.