Berakar Kuat Sebelum Diterpa Angin

Stephen Graham dan Owen Cooper dalam serial 'Adolescence'. Netflix

📅

📝

“Kita tidak bisa mengawasi mereka setiap saat. Mustahil.” Kalian ada di sampingku ketika ustaz mengatakan kalimat itu kemarin. Kita sama-sama mendengarkan nasihat ustaz tentang sisi gelap smartphone dan internet. Kalau kalian ingat, nasihat yang sama pernah ustaz sampaikan tahun lalu.

Pulang dari tempat ustaz, aku menyempatkan diri menamatkan film serial Adolescence. Ceritanya tentang anak berusia 13 tahun yang melakukan… sebut saja dosa besar. Eddie, ayah dari pelaku kejahatan itu, mengatakan kepada istrinya—perkataan yang sama seperti yang ustaz katakan, “You can’t keep an eye on them all the time, love. We just can’t.”

Meski kalian belum boleh menontonnya sekarang, aku akan berikan sedikit spoiler dari yang aku pahami.

Sejak awal film di mulai, Jamie sang pelaku kejahatan sudah ditangkap polisi saat sedang berada di kamar. Artinya, film ini tidak bercerita tentang siapa pelakunya. Tapi tentang mengapa pelaku yang masih berusia remaja bisa melakukan itu? Kenapa terjadi pada anak yang tampaknya baik-baik?

Anakku, setiap orang tua berusaha melakukan yang terbaik untuk anaknya. Termasuk dengan tidak mengulangi kesalahan pendidikan orang tua sebelumnya. Tapi orang tua Jamie tetap merasa bersalah dan mengatakan, “…but he was in his room, weren’t he? Didn’t we think he was safe? What harm can he do in there?”

Aku ragu ustaz sudah menonton film itu. Tapi ustaz juga mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan orang tua Jamie. Orang tua tidak bisa sepenuhnya menjaga anak-anak sekalipun mereka ditempatkan di kamar. Di tempat paling sunyi, justru berbagai konten di internet yang bising lebih cepat masuk ke jiwa kalian.

Ustaz menasihati sesuatu yang mengingatkanku pada riwayat yang dinisbahkan kepada Imam ‘Alī bin Abi Tālib:

لا تقسروا أولادكم على آدابكم فإنهم مخلوقون لزمان غير زمانكم

Jangan paksakan anak-anak kalian mengikuti perilaku kalian, karena mereka diciptakan untuk zaman yang berbeda dengan kalian.

Dalam Adolescence, aku semakin sadar jika remaja punya istilah di zamannya yang punya pengaruh mendalam. Kalian bahkan berkomunikasi dengan emoji untuk menunjukkan identitas atau menyampaikan pesan. Sebagaimana kami mengajari kalian membaca dan menulis, aku berharap kalian juga dapat mengajariku “bahasa” kalian

Aku ingin bisa mengerti karena masa remaja seperti kalian penuh dengan transisi. Kalian bukan anak kecil tapi belum cukup kuat untuk menjadi orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Apalagi masih anak-anak tapi terpapar dunia dewasa lebih dini sehingga terbawa ke masa remaja yang lebih cepat.

Kalian akan mengalami goncangan. Tidak hanya perubahan fisik, namun juga perubahan psikologis. Suasana hati kalian cepat berubah, akal kalian masih berupaya mengambil keputusan yang rasional. Kalian sedang mencari identitas. Di saat ini, dunia internet hadir seolah memberikan “jawaban”, termasuk dengan angka likes, views, dan followers.

Jawaban semu yang diberikan internet seperti ombak yang menerjang; seperti angin yang bertiup kencang. Untuk itu aku berharap kalian kuat seperti karang; kuat seperti akar tunggang.

Kalian perlu membekali diri dengan konsep diri (self-concept) tentang gambaran diri kalian; tentang apa yang kalian pikirkan, rasakan, dan yakini tentang diri kalian. Kehadiran kami hanya untuk mengarahkan dan memberdayakan kalian, sesuai dengan nilai-nilai yang kita yakini bersama.

Aturan yang aku terapkan tentang penggunaan gawai dan aplikasi pemantauan bukan untuk membatasi kalian, tapi sedikit upaya untuk mencegah pengaruh buruk darinya. Namun itu pun tidak akan cukup jika kita tidak berkomunikasi dan berdiskusi dua arah. Aku harap kalian bisa terbuka untuk banyak hal yang kalian hadapi.

Untuk membaca Al-Qur’an yang merupakan firman Tuhan saja, kata ustaz, kita dianjurkan untuk meminta perlindungan Allah ﷻ dari gangguan setan (taawuz). Oleh karena itu, jangan lupa meminta perlindungan Allah ﷻ dari godaan pengaruh buruk ketika kalian memasuki dunia internet.

Maafkanku, anakku. Aku mencintaimu.


Discover more from islah

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.