Taleb al-Abdulmohsen menabrakkan mobil yang dikendarainya ke pasar Natal yang ramai di Magdeburg, Jerman. Aksi dokter kelahiran Saudi itu mengakibatkan lima orang meninggal dan ratusan orang terluka.
Di sosial media, Taleb mengaku sebagai mantan muslim dan ateis. Di akun X, Taleb kerap memuat postingan anti-Islam dan pro-Israel serta mendukung kelompok sayap-kanan Jerman.
Media sosial X sempat menghapus postingan Taleb yang mendukung Netanyahu, Israel, dan menyerang Islam. Elon Musk, pemilik X, mengatakan kalau pengakuan Taleb sebagai ateis “merupakan tipuan untuk menghindari ekstradisi”.
Kelompok islamofobia, eks-muslim, dan warganet Barat mulai menuduh jika Taleb dan muslim melakukan taqiyyah. “Dia sendiri mengaku sebagai Wahabi,” kata Ali, seorang eks-muslim di Jerman.
Pada saat non-muslim membicarakan taqiyyah, sebagian besar kaum muslim justru bertanya-tanya: apa itu taqiyyah?
Bukan kemunafikan
Selama ini, taqiyyah diidentikkan dengan praktik yang dilakukan muslim Syiah. Seolah-olah taqiyyah hanya ada dalam ajaran ahlulbait. Muslim ahlusunah yang awam tidak familiar dengan taqiyyah dan bahkan menyamakannya dengan kemunafikan.
Faris Al-Hammadi, pendakwah salafī asal Emirat, turut bereaksi tentang diskusi taqiyyah. Dia menjelaskan taqiyyah dari sudut pandang ahlusunah. Taqiyyah bukanlah kebohongan untuk melakukan segala hal apalagi dengan maksud teror.
Faris mengatakan, “Taqiyyah itu menyembunyikan (keyakinan) agama untuk perlindungan jika takut akan bahaya signifikan yang menimpa kita, seperti kematian,” katanya.
Salah satu ayat yang melandasi praktik taqiyyah adalah surah Āli ‘Imrān ayat 28:
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُوْنَ الْكٰفِرِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللّٰهِ فِيْ شَيْءٍ اِلَّآ اَنْ تَتَّقُوْا مِنْهُمْ تُقٰىةً
Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman. Barang siapa berbuat demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apa pun dari Allah, kecuali karena menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka…
Beberapa mufasir mengatakan, taqiyyah hanya dilakukan dalam lisan, bukan perbuatan, di hadapan orang kafir. Itulah yang dilakukan ‘Ammār bin Yāsir ketika disiksa oleh kafir Quraisy.
Mufasir sunnī dan Syiah sepakat peristiwa ‘Ammār menjadi asbabunnuzul surah An-Nahl ayat 106, “…kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan…”
Berdasarkan penjelasan di atas, jelas bahwa taqiyyah berbeda dengan kemunafikan. Taqiyyah itu menampakkan kekafiran padahal hati dalam keimanan, sedangkan kemunafikan itu menampakkan keimanan padahal hatinya memusuhi Islam.
Kondisi taqiyyah
Meski ahlusunah dan Syiah sepakat tentang kebolehan taqiyyah, namun ahlusunah kerap mengecam Syiah karena praktik taqiyyah yang dilakukannya. Syiah disebut berlebihan dalam taqiyyah dan dituduh tidak memiliki batasan.
Masalah muncul karena orang-orang yang mengancam nyawa dengan pembunuhan tidak hanya dilakukan oleh orang kafir.
Sejarah mencatat bahwa pemimpin yang secara lahiriah muslim bahkan orang Islam biasa juga ada yang melakukan pembunuhan karena perbedaan pendapat. Itu sudah terjadi sejak ribuan tahun lalu hingga hari ini.
Ayatullah Ja’far Sobhani mengatakan, “Seorang Syiah melakukan taqiyyah kepada saudaranya yang muslim. Hal itu bukan karena sikap melampaui batas pada orang Syiah, melainkan saudaranya yang memaksa ia melakukan itu. Sebab, ia menyadari bahwa pengusiran dan pembunuhan akan ditimpakan kepadanya.”
Pembunuhan tidak hanya menimpa muslim Syiah. Beberapa ulama ahlusunah juga mengalami penindasan dan pembunuhan di era kekhalifahan Islam seperti dicatat dalam Tārīkh Ṭabarī. Itulah sebabnya Imam Al-Rāzī berkata:
ظَاهِرُ الْآيَةِ يَدُلُّ أَنَّ التَّقِيَّةَ إِنَّمَا تَحِلُّ مَعَ الْكُفَّارِ الْغَالِبِينَ إِلَّا أَنَّ مَذْهَبَ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ الْحَالَةَ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِذَا شَاكَلَتِ الْحَالَةَ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُشْرِكِينَ حَلَّتِ التَّقِيَّةُ مُحَامَاةً عَلَى النَّفْسِ
Makna lahiriah ayat itu menunjukkan bahwa taqiyyah hanya dilakukan di hadapan orang kafir yang mayoritas. Namun mazhab Syāfi’ī r.a. menyatakan jika keadaan di tengah kaum muslim sama dengan keadaan di antara kaum muslim dan musyrik, taqiyyah dibolehkan untuk melindungi diri.
Tekanan dan pembunuhan yang dilakukan terhadap muslim Syiah itulah yang membuat taqiyyah menjadi lekat dengan Syiah.
Selain berlandaskan akal dan naqal, taqiyyah juga dilakukan oleh muslim Syiah untuk memperbaiki keadaan kaum muslim, berpartisipasi bersama mereka, dan menyatukan kembali umat Islam.
Namun tentu kita berharap, semoga Allah ﷻ memelihara darah dan kehormatan kaum muslim dari gangguan orang yang menyimpang dan terus menyatukan barisan dan hati umat Islam.

Tinggalkan komentar