Di suatu hari yang indah, Rasulullah saw. berkumpul bersama putrinya, Fatimah, dan menantunya, Ali. Bersama beliau juga telah ada cucu yang berasal dari rahmatullah, Hasan dan Husain. Berkumpulnya keluarga tersebut sangat menyejukkan hati. Siapa lagi orang yang seperti nabi? Siapa lagi yang seperti Ali? Siapa lagi yang seperti Fatimah? Siapa lagi yang seperti Hasanain? Sebuah momen indah dalam sejarah kemanusiaan.
Tak lama kemudian, tiba-tiba Jibril turun menemui nabi saw. “Wahai utusan Allah, apakah engkau dalam keadaan senang dan bahagia?”
“Tentu saja,” jawab nabi. “Ini Ali, ini Fatimah, dan ini Hasan serta Husain. Inilah keluargaku yang indah.”
Jibril berkata, “Aku akan sampaikan apa yang akan terjadi kepada mereka sepeninggalmu.” Kemudian Jibril menjelaskan tentang cucu nabi yang syahid di Karbala. Tiba-tiba tangisan mulai mengalir dari mata nabi yang suci. Segala sesuatunya berubah.

Nabi tertunduk dan sujud di hadapan Allah dalam waktu yang sangat lama. Tangisannya membuat sujud semakin lama. Barulah nabi bangun. Manusia yang paling dekat dengan nabi, Ali, bertanya tentang apa yang terjadi. Nabi berkata akan menjelaskannya setelah mengambil janji dari mereka, “Keluargaku, zuriahku, ahlulbaitku! Akankah kalian bersabar?” Mereka menjawab, “Tentu saja, wahai rasulullah.” Lalu nabi menceritakan apa yang akan menimpa mereka… sampai semuanya terjadi.
Di antara syarat untuk mempunyai hubungan dan keanggotaan yang hakiki dengan nabi saw. melalui nasab atau cinta dan ketaatan adalah memiliki kesabaran yang sempurna atas segala ujian dan kesengsaraan yang akan dihadapi.
Zainab binti Ali tidak berada di sana saat berkumpulnya keluarga nabi. Tapi hadis nabi tersebut telah disampaikan oleh ibu dan ayahnya. Zainab sangat ingat dengan hadis tersebut. Dia mengambil janji sendiri dan telah memahami pelajarannya. Zainab telah bersabar sepanjang waktu… sampai dia tiba di Karbala.
Imam Ali bin Husain Zainal Abidin berdiri di samping jasad ayahnya. Beliau melihat apa yang dilihat. Tak ada yang bisa menggambarkan apa yang dia lihat. Beliau melihat apa yang dilihat. Beliau melihat sampai ruhnya seakan-akan keluar dari tubuhnya.
Ketika itu Zainab berlari menuju keponakannya, Zainal Abidin. “Wahai keponakanku, sayangku, kami tidak memiliki siapa-siapa lagi selain dirimu. Aku melihat dirimu seolah-olah hendak mati… Ada apa?”
“Bibi!” serunya menangis. “Bukankah jasad ini hujah Allah (di atas muka bumi)? Ini Husain… Nabi biasa menggendong di pelukannya. Tapi lihat keadaannya sekarang?!”
Saat itu, barulah Zainab mengingatkan keponakannya tentang berkumpulnya keluarga nabi saat dulu. Janji itu telah diambil. “Allah telah mengambil janji dari kami, ahlulbait, bahwa kami akan sabar dan tegar di atas segala musibah.”
Penerjemah: Ali Reza Aljufri © 2012
Catatan: Ceramah yang disampaikan oleh Ayatullah Sayid Hadi Modarresi. Dimuat untuk memperingati empat puluh hari wafat Imam Husain bin Ali pada 20 Safar.
Baca Juga:
Tinggalkan komentar