Keinginan memberi pendapat tentang hal ini sebenarnya sudah lama, namun sempat terhenti ketika tahu sudah banyak ikhwan yang menjelaskan perihal melukai diri sampai berdarah-darah di hari Asyura. Tapi kembali tergerak untuk “ikut campur” ketika seorang teman karib bertanya: Kenapa di Iran peringatan Asyura pake segala melukai diri segala pakai pedang gitu?

Sebenarnya saya cukup heran, karena yang saya tahu peristiwa Asyura di Iran pada tahun ini malah diwarnai demonstrasi politik. Karena sekarang masih bulan Muharam dan merasa wajib untuk menjawab kalau ditanya, sekaligus memberi informasi tambahan bagi yang selama ini salah paham.

Gambar seperti di atas ini dan semacamnya menjadi alat ampuh untuk menyerang mazhab Syiah ahlulbait. Di beberapa situs shiaphobia yang menyediakan galeri foto, bisa dipastikan gambar seperti ini ada dan diberi judul “Bukti Kesesatan Syiah”. Orang awam atau yang sekedar melihat langsung heran, jijik dan ikut mencapnya sebagai kelompok sesat.
Begitulah kelakuan media Barat dan sayangnya media di Jazirah Arab (atau yang mengaku media Islam) pun ikut mengeksposnya. Mereka menyiarkan Syiah, seolah-olah sebagai kelompok sesat yang haus darah, cinta kekerasan, dan ekstrimis. Tapi tidak meliput pelaksanaan salat Jumat yang dihadiri jutaan orang atau khusyuknya pembacaan doa setiap malam Jumat yang penuh ketundukan dan harap akan ampunan Allah.
Ini sebabnya Ayatullah Khamenei mengatakan, “Ketika Komunis menguasai Azerbaijan di masa Uni Soviet, mereka berusaha memusnahkan segala warisan Islam. Mereka menjadikan masjid sebagai gudang, sehingga tidak ada bekas mengenai Islam dan Syiah. Hanya satu hal yang mereka perbolehkan dan itu adalah qameh zani [perbuatan melukai diri saat Asyura]. Para petinggi Komunis memerintahkan anak buahnya agar melarang orang-orang muslim melakukan salat berjemaah atau membaca Alquran, tapi diperbolehkan melakukan qameh zani. Karena qameh zani bagi mereka adalah alat propaganda anti-agama dan anti-Syiah.”
Sebenarnya, apa yang dilakukan sebagian kecil pengikut Syiah (biasanya di Irak atau Pakistan) dengan melukai tubuh sama sekali bukan bagian dari agama. Perbuatan semacam itu bisa terjadi karena beberapa hal.
Pertama, luapan emosi yang berlebihan. Saya pikir bagi Anda yang pernah membaca kisah sejarah pembantaian Karbala bisa “memaklumi”. Ketika mereka berada dalam acara peringatan atas pembunuhan keluarga Nabi, ketika mereka ingat dengan kepala cucu Nabi yang dipenggal—innalillah, maka perasaan mereka jadi panas dan mendidih.
Sebagai contoh, ketika kabar meninggalnya Gamal Abdul Nasir, mantan presiden Mesir, sampai ke para pengagumnya terjadi lebih dari delapan kasus bunuh diri serta banyak yang luka. Itu semua lantaran perasaan sedih yang menguasai diri. Atau kita juga pernah melihat di televisi ketika seorang fans menyaksikan artis kesayangannya berada di panggung, ia bisa saja sampai pingsan.
Kedua, lantara pengaruh budaya. Konon tradisi melukai diri ini berasal dari Kufah, sebuah kota yang beberapa penduduknya melakukan pengkhianatan atas Sayidina Husain. Kemudian sampai setelah peristiwa Karbala, penduduknya merasa menyesal atas apa yang dilakukan oleh nenek moyang mereka dan menyesal karena tidak bisa membantu Sayidina Husain.
Itu sebabnya ulama seperti Ayatullah Baqir Ash-Shadr mengatakan, “Sesungguhnya pemandangan yang Anda lihat seperti memukul tubuh dan mengeluarkan darah adalah perbuatan orang-orang awam karena ketidaktahuan mereka. Tidak seorang pun dari ulama yang melakukan hal itu, bahkan mereka sudah sering menasehati dan melarangnya.” Pendapat serupa juga diyakini oleh ulama besar Syiah seperti Ayatullah Khamenei dan Ayatullah Hussein Fadhlullah.
Kita pun tahu bahwa Rasulullah saw. adalah orang pertama yang diberi kabar oleh Jibril as. tentang terbunuhnya cucu beliau di Karbala. Beliau adalah orang yang paling cinta kepada Sayidina Husain, tapi kita tidak menemukan riwayat mengenai melukai diri. Begitu juga Rasulullah telah kehilangan putranya, Ibrahim, istrinya tercinta, Khadijah, dan pamannya terhormat, Abu Thalib.
Begitu juga ketika wafatnya Rasulullah saw., kita tidak menemui riwayat Sayidina Ali, Sayidina Hasan, atau Sayidina Husain yang melakukan perbuatan berlebihan bahkan melukai diri. Kita juga tidak menemukan riwayat melukai diri hingga berdarah dari Maulana Ali Zainal Abidin padahal beliau menyaksikan sendiri ayahnya dibunuh di gurun Karbala.
Justru kita mengingat pesan Sayidina Husain kepada keluarganya sebelum maju ke medan perang, “Wahai adik-adikku, engkau Ummu Kultsum, Zainab, Ruqayah, Fatimah, dan engkau Rubab, ingatlah kata-kataku. Jika aku terbunuh nanti, jangan sekali-kali kalian robek pakaian kalian sendiri. Jangan pula memukuli wajah atau berkata yang tidak semestinya…”
Untuk itulah, kami tidak mengikuti apa yang dilakukan orang-orang awam dengan melukai diri. Tapi kami menghidupkan peringatan Asyura dengan pembacaan kisah duka ahlulbait, dengan penuh kesedihan dan tangisan, agar hati “meneteskan” air mata, tunduk dan khusyuk berzikir kepada Allah, demi kebenaran, dan berjanji kepada Allah untuk meneruskan jalan Al-Husain, yang merupakan jalan Rasulullah dan ahlulbaitnya as.
Tapi apa boleh buat. Orang-orang yang kehabisan kata dan hujah akan menggunakan fitnah sebagai alatnya, khususnya fitnah gambar. Wallahualam.
Sumber:
- Kullul Hulul ‘inda Âli Ar-Rasûl karya Syekh At-Tijani
- Ayami Danîd karya Ridha Jahid
- Beberapa tulisan terkait oleh Saleh Lapadi.
Artikel Terkait:
Tinggalkan komentar