Kalau kalian pernah baca buku Marxisme dan Agama terbitan tahun 1963, kalian pasti tidak bakal mengira kalau penulisnya seorang dokter. Soalnya, bukunya detail banget menjelaskan perseteruan agama dan ideologi Marxisme. Oemar Hashem, penulis buku itu, ternyata dokter yang pandai berdakwah.
O. Hashem tertarik dengan dunia dakwah sejak kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Waktu tinggal di asrama Kristen, kawannya bilang sesuatu yang bikin kaget, “Panggilan Tuhan Bapa itu dari Islam.” Dari situlah Oemar langsung memperdalam agama dan mulai belajar bahasa Arab secara otodidak!
Bersama empat kawannya—Hadi A. Hadi, Hasan Assegaf, Muhammad Suherman (Muhammadiyah), Saad Nabhan (Al-Irsyad), dan Husain Al-Habsyi—O. Hashem mendirikan YAPI (Yayasan Penyiaran Islam) tahun 1961. Sekitar 1960-an, O. Hashem juga rutin berceramah di Dewan Dakwah.
Mohammad Natsir bahkan pernah mengirim surat untuk O. Hashem beserta buku Prof. Dr. Verkuyl yang berjudul Interpretasi Iman Kristen kepada Orang Islam. Buku itu dijawab oleh O. Hashem dengan buku juga berjudul Jawaban Lengkap kepada Pendeta Dr. J. Verkuyl (1967). M. Natsir pun berterima kasih.
Prof. Dr. H. M. Rasjidi bahkan pernah memuji O. Hashem dalam sebuah seminar, “Di depan saya ada anak muda yang menjadi guru saya.”

Sebagai dokter, O. Hashem juga pernah ditempatkan di Lampung dan menjadi dokter puskesmas. Di sana beliau sering diminta ceramah. Meski awalnya tidak mau aktif berceramah, toh hatinya tetap terpanggil karena dakwah di sana minim .
Kota kecil memang tidak menarik bagi seorang dokter. Apalagi bergulat dengan kemiskinan penduduk kampung. Tapi bagi O. Hashem, dia punya komitmen sejak muda, “Saya tidak akan menolak ditempatkan di mana pun, karena saya sudah mengambil keputusan untuk mengabdi kepada rakyat,” kata ayah empat anak ini.
O. Hashem sering banget menolak bayaran pasien yang kesulitan membayar. Dia pun membuka praktik murah di Lampung. “Saya tidak tega untuk mengambil uang mereka,” kata suami Khadijah Al-Kubra ini. Dia prihatin dengan biaya kesehatan yang mahal.
Namun ironis dengan masa pensiunnya, O. Hashem justru kesulitan untuk membeli obat dan biaya rumah sakit. Pulang praktik dari Lampung, dia kembali ke Jakarta dengan uang yang hanya cukup untuk tiket. Meski uang pensiunannya hanya sekitar Rp620 ribu, setiap Senin, istrinya selalu menyediakan 10 kg beras untuk tukang sampah.
Baginya, problem dakwah itu kemiskinan dan orang miskin juga butuh dakwah. “Sekarang ini yang bisa menerima dakwah itu orang kaya, yang bisa bayar. Orang miskin tidak bisa, karena tidak mampu bayar,” ujar dokter dari keluarga petani ini.
Meski dikenal sebagai orang yang humoris, namun peristiwa Asyura selalu membuat pipinya basah oleh air mata. Baginya, Asyura menggambarkan betapa kejamnya manusia terhadap manusia lain. Coba seandainya Husain membaiat pemimpin zalim (Yazid), berarti beliau menyalahi risalah kakeknya, Rasulullah. “Sekarang ini kita mesti kritik bila ada penguasa berbuat zalim,” jelasnya.
Setiap yang membaca karya beliau bisa disebut sebagai muridnya. Beberapa kali berbincang dengannya seperti berbicara dengan komputer dengan memori besar. Beliau hampir bisa menyebutkan setiap kisah dan sejarah dengan lengkap. Tema obrolannya juga tidak selalu tentang agama. Terakhir ke rumahnya, beliau menceritakan sejarah kopi dan jenis-jenisnya.
Sakit komplikasi (kanker, paru-paru, asma, diabetes) yang dideritanya memuncak ketika beliau harus masuk ke rumah sakit pada 20 Januari 2009. Berselang empat hari, beliau menghembuskan nafas terakhirnya dan dimakamkan di Tanah Kusir.
Indonesia dan umat Islam benar-benar kehilangan guru dan cendekiawan serba bisa. Beberapa di antara karyanya adalah Rohani, Jasmani dan Kesehatan (1957), Keesaan Tuhan (1962), Menaklukan Dunia Islam (1968), Saqifah: Awal Perselisihan Umat (1983), Syiah Ditolak Syiah Dicari (2000), Berhaji Mengikuti Jalur Para Nabi (2000), Muhammad Sang Nabi (2005) dan lain-lain. Karya-karya beliau akan selalu dikenang oleh anak bangsa.
Sumber: Tabloid Jum’at (Dewan Masjid Indonesia) Edisi 817/9 Muharram 1429 H dengan perubahan redaksi dan tambahan cerita pribadi.

Tinggalkan komentar